Ismayrenna Dwi Salsabila
4 min readMay 3, 2024

--

Politik Ramah Gender Melalui Kesetaraan Pendidikan: Kuota Perempuan di Pemerintahan Kuba

Patria o Muerte, Venceremos!

Pada tahun 1959, muncul gerakan revolusi yang disebut sebagai Movimiento 26 de Julio atau Gerakan 26 Juli dari Kuba, sebuah negara kepulauan di bagian Amerika Utara. Pemberontakan yang dipimpin oleh Fidel Castro dan Che Guevara bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan Fulgencio Batista yang dinilai diktaktor selama masa kepemimpinannya. Pada masa pemerintahan Batista, isu seperti tindakan korupsi, perjudian, narkoba, bahkan prostitusi sangat merajalela dan membuat masyarakat Kuba menderita. Muncul semangat pergerakan dari Fidel Castro dan Che Guevara untuk menghentikan ini semua, dan mengembalikan Kuba kepada masyarakat.

sumber: @presidenciadecuba | instagram

Benarkah perempuan memperoleh hak asasi yang sama?

Kesadaran akan perempuan memiliki hak yang sama dan setara, melahirkan pemikiran serta aksi kritis untuk menghilangkan penindasan baik dalam lingkup rumah tangga, pekerjaan, bahkan pendidikan. Fakta lapangan yang ditunjukkan dengan masih banyaknya aksi perjuangan perempuan dan kesetaraan gender, membuktikan bahwa masih ada ketidakadilan gender yang terjadi. Muncul pertanyaan, jika hak asasi manusia berlaku untuk semua orang, maka mengapa perempuan tidak? apa yang salah dan siapa yang bertanggung jawab? Menyoroti permasalahan prostitusi di Kuba yang banyak melibatkan perempuan, serta memberikan stigma bahwa perempuan harus diam di rumah dan menjadi ibu rumah tangga, membuat gerakan revolusi semakin gencar dilakukan, salah satunya untuk memperjuangkan kesetaraan pada perempuan. Ini menunjukkan bahwa perjuangan tidak hanya untuk menghilangkan kediktaktoran, menghentikan korupsi atau perjudian, tapi juga melibatkan kepedulian akan hak yang sama baik oleh perempuan dan laki-laki.

Pasca Revolusi: Kebijakan Pemerintah

Bukankah ketika membaca slogan “A Nation Become University” kita merasa bahwa hal tersebut keren dan luar biasa? Tapi, bagaimana bisa? Nyatanya, itulah slogan yang dimiliki oleh Kuba, negara yang pra maupun pasca revolusi mempunyai masalah penindasan perempuan. Lalu, apa kaitannya dengan universitas? Seperti yang kita ketahui, bahwa universitas adalah salah satu tempat untuk menuntut ilmu dan memperluas pengetahuan. Sejak pasca pergerakan revolusi, Kuba sangat memperhatikan pendidikan masyarakatnya, dengan langkah awal yaitu memberantas buta huruf diiringi komitmen people should teach people yang memberikan dorongan kepedulian antar sesama untuk saling berbagi ilmu. Tak hanya berhenti sampai disitu, Pemerintah Kuba melanjutkan perjuangannya melalui program “University of All” yang memberikan hak yang sama akan pendidikan bagi laki-laki maupun perempuan. Melalui pendidikan, Pemerintah Kuba percaya mampu meningkatkan kualitas masyarakat dan nantinya mampu terlibat dan berkontribusi dalam pembangunan. Keberhasilan akan komitmen dan usaha pengadaan program ini terbukti dengan Kuba mencapai indeks pengembangan pendidikan yang tinggi menurut laporan The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).

Gender and Global Governance: Politik Ramah Gender

Aktor pemerintahan didominasi oleh laki-laki, kemana peran perempuan? Menjadi sebuah pertanyaan ketika melihat presiden, menteri, tokoh politik lainnya yang sering muncul di saluran televisi atau acara debat politik sebagian besar adalah laki-laki. Kurangnya keterlibatan perempuan dalam ranah politik sudah sangat familiar sejak perang dunia terjadi dan ini menjadi perhatian tersendiri dalam pembahasan akademisi. Pemerintah Kuba tampaknya memperhatikan apa makna gender dan keterkaitannya dengan global governance melalui politik ramah gender, ditunjukkan dengan usaha untuk menyetarakan pendidikan perempuan agar memperoleh hak yang sama dengan laki-laki. Dengan pengetahuan, seseorang mampu terlibat aktif dalam pengambilan keputusan, menyuarakan pendapat, dan memperoleh kuota yang sama dalam pekerjaan maupun posisi di pemerintahan. Menarik kembali soal apa itu gender and global governance, menurut United Nation Development Programme (UNDP), kedua hal tersebut bisa diartikan sebagai usaha untuk memberikan kesetaraan terhadap perempuan dalam pengambilan keputusan, berpartisipasi aktif dalam kegiatan pemerintahan serta menyuarakan kesetaraan perempuan di ranah politik. Berkaca dari Pemerintahan Kuba, keterlibatan perempuan di capai melalui kesetaraan pendidikan yang diberikan secara merata kepada semua gender. Perempuan berhak memperjuangkan dan memperluas pengetahuannya dan hal ini menjadi dasar dalam peningkatan kualitas semua gender di Kuba sehingga baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan yang sama di parlemen. Analisis politik ramah gender melalui konsep Gender and Global Governance, khususnya di Kuba yang dicapai melalui pendidikan dapat kita lihat melalui data UN Women: Women in Politics 2023 yang menunjukkan bahwa keterlibatan perempuan di parlemen sebesar 25.00 % dengan jumlah perempuan 6 orang dan total menteri sebanyak 24 dari data per 1 Januari 2023. Data ini menunjukkan bahwa Kuba telah melibatkan perempuan dalam jalannya dinamika politik di negaranya, seperti kuota perempuan untuk menjadi menteri luar negeri, keuangan dan perdagangan hingga penugasan sebagai duta besar. Pencapaian ini tentu diimbangi dengan peningkatan kualitas melalui pendidikan serta sebagai simbol keberhasilan program pemerintah salah satunya university of all. Ini juga menjadi keberhasilan adanya konsep gender and global governance, dengan perjuangan dan komitmen bersama dari pemerintah, organisasi internasional, dan masyarakat yang mau berusaha mencapai hal tersebut.

So, what do you think? sudahkah perempuan memperoleh hak yang sama? Perjuangan yang terfokus serta implementasi program yang menyeluruh merupakan langkah besar untuk kemajuan Kuba, khususnya dalam pencapaian kesetaraan pendidikan yang memberikan peran penting perempuan dalam politik ramah gender. Ini menjadi tolak ukur bahwa Kuba berusaha untuk memberikan hak asasi manusia yang sama kepada semua gender. Pendidikan menjadi kunci dari kesetaraan kuota perempuan di pemerintahan. Tak lagi terbatas pada berdiam diri di rumah dan tidak memperoleh peran dan kesempatan yang sama, Kuba menjadi contoh bagaimana perempuan mampu mematahkan stereotipe itu. Perempuan akan terus bersuara dan berusaha memperjuangkan kesetaraan mereka. Semangat itu mampu menginisiasi perempuan seluruh dunia dan mendorong pemerintah untuk mendengar pendapat mereka dan melibatkan perempuan sebagai perluasan perspektif dalam melihat dinamika politik negara. Keseimbangan pandangan dari laki-laki dan perempuan bukan hal yang terbatas dan tak menyatu, melainkan dua cara pandang berbeda yang mampu melengkapi.

Patria o Muerte, Venceremos!

Tanah air atau mati, Kita akan berjaya!

--

--